Pages

Friday, July 18, 2014

I do not know why I have to be being a jerk in this situation. I supposed to be one of his place to calm down, to protect him too. But why the hell am I being so freakinly annoying and being a jerk. Am I jerk? I am a jerk. Am I? Ergh.
I'm sorry I couldn't be there for you on your darkest hour. If a quote says "hard time reveals true friends" and I'm not there on your hard times, it doesn't mean I don't care about you, doesn't mean I don't want to be your true friend, your true one. I'm so sorry I was being so emotional so I couldn't manage things instead screwed it up.
I couldn't help myself. I don't know what else to say. I am so sorry. So sorry. From my deepest, I regret all of the things that happened. I am so sorry being like a maniac and so annoyed you. I promise everything's gonna be fine. I do promise you this one.

To my best person in my life:
Ma Schatz, arf.

Sunday, July 13, 2014

Aku kira semuanya akan berjalan cepat dan mudah. Namun ternyata kenyataan berkata lain. Ia tak setuju dengan pikiran dan anggapanku tentang hidup. Kukira aku bisa meninggalkan dan melupakannya begitu saja tanpa harus melihat ke belakang dan mengulang hal yang sama dalam Khayalan Penuh Penyesalan.
Dia. Dia melakukannya begitu cepat. Begitu cepat namun melekat. Memang aku terlalu bodoh untuk memikirkan hal itu. Padahal dia saja sudah lupa semuanya. Dia tidak memikirkan apa-apa. Dia tidak memiliki beban dalam pikiran. Namun aku. Aku berbeda. Aku tidak bisa menerima sesuatu dan melupakannya begitu saja. Semanis apapun itu. Atau sepahit apapun itu. Aku masih ingat segala hal, setiap detailnya. Dia—kamu sudah lupa, ya? Memang mungkin bukan masalah. Untukmu. Tapi untukku.
Coba, sekali saja, ingat segalanya.
Kukira aku dapat meninggalkannya dan tidak membawanya pergi lagi. Namun kau mengundangnya kembali, maka ia tak akan pergi.

Aku, sudah tidak dapat menyusun kata dengan semestinya.

Monday, June 30, 2014

It's been a year, and more, and still counting.
I have no idea about this. I never think about it anyway. I really enjoy it.
But then came one by one as problems and arguments. We argue, critics, or even fight.
Sebenarnya aku bahagia, sempat bahagia. Aku menikmati setiap proses dan tahap yang kita lewati, sempat menikmati. Kadang kita tidak sadar dengan apa yang telah kita lalui. Mungkin terlalu singkat atau malah terlalu jauh. Mungkin terlalu dangkal atau sudah larut ke dalam. Mungkin aku memang jatuh terlalu dalam untuk kamu. Terlalu jauh hingga ke dasar dinding kebisuan, tidak ada kehidupan. Aku berhasil bertahan hidup dalam lingkup dinding tanpa udara. Dalam ruang tanpa apa-apa. Dan pada saat itu juga aku menyadari bahwa akulah yang selama ini bisu. Akulah yang selama ini buta. Aku yang selama ini berbahagia dan dengan bangganya mengelu-elukan namamu, merasa semuanya itu sudah tak lagi masanya. Entah karena aku terlalu lama terhisap oleh dinding tak berujung ini atau sesuatu yang tak pernah terpikirkan. Entah apa.
Rasanya semua telah berbeda, sesuai dengan siklus hidup yang berputar. Nampaknya aku sedang berada pada titik terendah kehidupan dinding-dinding tak berbahagia. Dalih demi dalih kita selesaikan. Namun malah dalih-dalih ini yang memicu segalanya. Yang meninggikan juga menghempaskan. Hal terakhir kita, dalih terakhir kita, ia terlalu jahat. Seperti ruh yang membawaku ke tempat asal. Ke tempat semula dimana aku berada. Ke tempat dimana semuanya hanya angan-angan. Tempat dimana aku melihatmu hanya seperti sekelebat bayangan yang selalu berbahagia. Tempat dimana aku hanya dapat diam dan kaku. Tempat dimana aku pertamakali memulai semuanya, mungkin juga menjadi akhir dari segalanya.
Semuanya memiliki arti, segala hal yang terjadi itu bermakna. Tunggu aku yang sedang mencari ujung dari dinding ini. Untuk keluar ke masa paling bahagia. Andai kata aku terperangkap, setidaknya aku pernah mencoba. Andai kata ruh itu benar membawaku, setidaknya kita sempat berbahagia.

Maybe we'll grow apart.

Wednesday, June 25, 2014

When we expect for someone,
there's someone else who expect us.

Thursday, June 6, 2013

First thing, I thought he was kidding. But till this time, he still never listen to me, never care, never appreciate, always complaining lil things around, always say the bad things about something, always have pricky negative thinking, and so many many many fuckin more. I don't really get it. I already show him that I hate—really hate when he complaining about things. But it seems like he doesn't care.
It feels like when I'm complaining about something he never listen, he never have his eyes on me. But when he complaining about the most unimportant thing, I really have to listen to him. Am I just the critic box or something worse than that? Help.. I can't stand it...

Friday, February 8, 2013

We've got some life to bring
We've got some joy in this thing.

Thursday, January 31, 2013

A million hooks around, a million ways to die